EDY MARHADI

Powered By Blogger

Senin, 10 Oktober 2011


Petani Jabar Malas Jual Beras Ke Bulog


Oleh

Minggu, 09 Oktober 2011 | 16:19 WIB




Berita Terkait
Penyerapan Pembelian Beras Di Jabar Rendah
‘Spekulan Beras Agar Ditindak Tegas’
Konsumsi Beras Turun, Kok Tetap Impor
Bulog Jabar Gelar Operasi Pasar
80 Kontainer Jemput Beras Impor Rusak Di Sumbar


BANDUNG: Perum Bulog Divisi Regional Jawa Barat hanya dapat menyerap 232.000 ton beras sepanjang tahun ini karena petani Jabar lebih memilih menjual ke swasta yang memiliki harga beli tinggi dibandingkan HPP.

Kepala Perum Bulog Divre Jabar Usep Karyana mengatakan gudang Bulog tidak lagi menjadi pasar yang dianggap menguntungkan bagi petani dan penggilingan untuk menjual gabah dan berasnya.

"Pada Januari-April saja, [penyerapan] relatif lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya, yaitu hanya 97.843 ton. Rata-rata penyerapan dengan periode yang lima tahun terakhir bisa mencapai 161.978 ton," ujar Usep di Bandung, akhir pekan lalu (7 Oktober).

Usep menjelaskan dengan melihat estimasi produksi Jabar tahun ini yang hanya sebesar 11,4 juta ton, maka Perum Bulog menurunkan prognosanya dari 600.000 ton menjadi 450.000 ton.

Rendahnya produksi membuat penyerapan beras yang bisa dilakukan Bulog menjadi lebih kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Target produksi padi Jabar tahun ini sebenarnya 12,1 juta ton. Tapi berdasarkan angka ramalan I dan II produksi Jabar hanya 11,4 juta ton. Sampai 6 Oktober ini, jumlah pengadaan sudah mencapai 232.000 ton atau 52% dari prognosa kami," katanya.

Usep mengaku Perum Bulog telah melakukan tambahan harga beli di atas HPP sampai empat kali agar dapat menyerap gabah dan beras dari petani. HPP gabah kering giling (GKG) saat ini sebesar Rp3.345 per kg dan HPP beras sebesar Rp5.060 per kg.

Dia melanjutkan sampai saat ini pemerintah belum menaikkan HPP gabah dan beras yang biasanya menjadi patokan bagi pasar. HPP masih mengacu pada Inpres No 7/2009, padahal harga di pasaran sudah meningkat tajam.

Perum Bulog Divre Jabar, lanjutnya, sudah membeli GKG seharga Rp4.100 per kg dan beras seharga Rp6.000 per kg. "Tapi tetap saja serapannya sedikit karena petani dapat menjual GKG dan beras lebih tinggi ke swasta. Harga beras, misalnya di tingkat penggilingan saja sudah mencapai Rp6.500 - Rp6.900," jelasnya.

Selain dihadapkan kesulitan bersaing dengan pasar swasta, Usep menambahkan Perum Bulog terpaksa melakukan pemasukan beras dari Divre lain (move nas in) untuk menjaga stok beras akibat mundurnya musim tanam bulan ini.

"Saat ini kami melakukan move nas in dari Divre DKI Jakarta sekitar 120.000 ton-150.000 ton beras agar dapat memenuhi kebutuhan Maret - April 2011," ujarnya.

Dia menjelaskan, saat ini stok beras di gudang Bulog Jabar hanya mencukupi sampai pertengahan Januari tahun depan. Dengan menghitung kemunduran musim tanam Oktober, Bulog mengkhawatirkan stok untuk tiga bulan ke depan tidak aman.

"Setiap bulan rata-rata penyaluran dari Bulog ke wilayah Jabar ini mencapai 450.000 ton," katanya.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmidja mengatakan rendahnya serapan Perum Bulog terhadap gabah dan beras memang menuntut pemerintah segera menaikkan HPP.

"Kalau tidak dinaikkan ya situasi seperti ini tidak pernah akan berubah. Atau kembalikan saja Bulog ke pemerintah tidak usah menjadi Perum lagi agar lebih leluasa dan bisa bersaing dengan pasar,"tegasnya.

Di sisi lain, dia menanggapi mundurnya musim tanam ini sebagai dampak anomali cuaca. "Seharusnya awal Oktober petani sudah menanam kembali namun karena cuaca tak menentu jadi mundur. Diperkirakan pertengahan Oktober para petani baru menanam padi."

Menurut Entang, pengaturan pola tanam sudah seharusnya diserahkan ke kabupaten/kota masing-masing daripada pengaturan saat ini yang sepenuhnya ditangani Pemerintah Provinsi.

Kalau diserahkan ke kabupaten masing-masing, maka tiap daerah akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap produktivitas lahan di sana. (Dinda Wulandari/ea)

Tidak ada komentar: