EDY MARHADI

Powered By Blogger

Senin, 20 Juni 2011

RENUNGAN BUAT KAUM ISTRI

Siapkah Anda Kehilangan Suami?

Betul! Judul itu ditujukan khusus untuk kaum ibu. Kaum
yang secara kejiwaan, umumnya amat rentan bila harus
kehilangan suami. Entah ditinggal mati suami atau
karena kasus perceraian. Konon peristiwa yang paling
memukul perasaan seorang wanita adalah, ketika ia
harus kehilangan orang yang dicintainya.

Kasus seorang lelaki yang mengalami shock berat
lantaran kehilangan istri, barangkali terbilang
langka. Jika betul ada seorang suami ditinggal minggat
istri misalnya, mungkin ia hanya akan mengatakan,
"Biarin aja. Emang gue pikirin!"

Ada anggapan, seorang laki-laki ditinggal mati istri,
hampir tak begitu menimbulkan persoalan besar. Jarang
peristiwa itu sampai mengakibatkan guncangan bathin
yang hebat pada laki-laki. Kecuali barangkali bagi
mereka yang memiliki kenangan amat dalam dengan isteri
mereka. Boleh jadi lantaran itulah muncul anekdot yang
cukup akrab di kalangan kaum perempuan: "Ah, laki-laki
sama! Sebelum kuburan isterinya kering, pasti ia sudah
kawin lagi."

Tentu tidak selamanya asumsi itu benar. Anekdot
tersebut hanya sebuah penggambaran, betapa beratnya
bagi seorang wanita jika harus kehilangan suami. Tapi
bahwa peristiwa seorang wanita bakal ditinggal mati
suami, atau sebaliknya, hal itu adalah sebuah
keniscayaan. Sesuatu yang aksiomatik.

Tinggal masalahnya sekarang, bagaimana seorang istri
harus menyadari bahwa hal itu pasti terjadi pada
siapapun. Hanya sayangnya kaum ibu umumnya, jarang
menghayati peristiwa yang tak pernah diharapkan, tapi
pasti bakal datang itu. Tak pelak hal ini menjadi
persoalan laten yang relatif cukup serius bagi kaum
wanita tentunya.

Perpisahan apapun namanya, terlebih dengan orang yang
kita cintai, pasti tak pernah kita harapkan. Apalagi
harus berpisah dengan suami. Bahkan jika mungkin kita
ingin suami berada di sisi kita selamanya. Tapi
realitas kehidupan selalu mengajarkan kita, bahwa
"tamu tak diundang" bernama kematian itu acapkali
datang secara mengejutkan.

Sebut saja kisah Abdul Rozaq (40). Istrinya tak pernah
menyangka laki-laki yang dicintai itu direnggut maut
dengan cara mengenaskan. Subuh hari ia pamit keluar
untuk membeli bahan-bahan roti. Tapi sebelum
kesampaian niatnya, mobil Hijet yang dikemudikannya
dihajar sebuah truk besar hingga meremukkan batok
kepalanya.

Jauh sebelum itu, Naimullah, seorang wartawan Harian
Sinar Pagi mengalami nasib serupa. Ketika itu,
Naimullah pamit pada istri dan anak-anaknya untuk
shalat Jum'at. Tapi lama ditunggu hingga malam hari,
tak kunjung pulang. Besoknya aparat menemukan jasad
bapak tiga orang anak itu terbujur bersimbah darah
dalam sebuah mobil.

Ilustrasi itu mungkin terlalu menakutkan. Tapi tidak,
ini sebuah fakta yang harus kita jadikan ibroh. Sebab
apapun yang namanya perpisahan (karena kematian atau
perceraian) akan selalu menyisakan guncangan mental
bagi pelakunya. Penelitian para psikolog anak dan
keluarga membenarkan, betapa sulitnya kondisi seorang
ibu di masa-masa pasca perpisahan.

Mereka para ahli menuturkan, betapa pelik dan sukarnya
para ibu menjawab dan menjaga kondisi bahtera keluarga
yang kehilangan nakhodanya. Ibu-ibu, kata mereka, akan
kehilangan retorika komunikasi untuk menjelaskan satu
kalimat: "Ayah sudah tidak ada...!" Kondisi itu
diperburuk oleh berbagai persoalan yang menuntut sikap
dan jawaban yang tak boleh ditunda. Sebab sekali
seorang ibu menunda tanpa strategi, jelas akan membawa
dampak yang tidak baik terhadap anak.


Betul, siapa yang bisa melarang dan membantah jika
wanita membayangkan indah dan nikmatnya pernikahan?
Bahwa menikah itu indah, kita tak akan menafikan
premis itu. Tapi apakah mereka juga menyadari bahwa
hanya melulu membayangkan keindahan tanpa memahami
esensi pernikahan, terkadang bisa membawanya pada
petaka?

Kenapa? Karena bayangan indah itu akan membawanya ke
dunia persepsi yang rawan: menyenangi asesori tanpa
memahami esensi.

Apapun lapangan kehidupan, di sektor publik maupun
domestik, adalah lahan ujian. Tak terkecuali
pernikahan tentunya. Ia adalah arena ujian. Kadang
kita diuji dengan kesenangan. Tapi adakalanya ujian
itu mencekam. Ibarat berlayar di tengah laut, kerap
angin dan cuaca begitu indah dan bersahabat
menggerakkan bahtera kita. Namun sekali waktu tanpa
kita harapkan, secara mendadak hujan dan badai
memporakporandakan seisi bahtera. Begitulah hidup.
Allah mengingatkan hal itu;
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai
ujian (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan." (QS 21:35).

Begitu banyak wanita yang mengalami shock ketika harus
kehilangan suaminya. Yakni mereka yang mungkin hanya
memandang pernikahan adalah asesori. Mulus
perjalanannya dan menyenangkan, tanpa gangguan. Tapi
ketika tiba-tiba ia harus dihadapkan pada kenyataan,
suaminya meninggalkannya (untuk sementara atau
selama-lamanya) jiwanya terguncang. Ia tak mau
menerima kenyataan pahit itu.

Syukur-syukur guncangannya tak terlalu lama. Tapi bila
berlangsung konstan? Ini yang berbahaya. Ia mungkin
akan berupaya memenuhi fantasi-fantasi tentang
indahnya berumah-tangga sebagaimana pernah dialami
bersama suaminya. Jika ini yang terjadi, seseorang
bisa terjebak pada sekadar ingin melampiaskan
fantasinya tanpa memandang rambu-rambu agama. Ia akan
terjebak pada dunia asesori tanpa keinginan untuk
memahami esensi.

Pernahkah kita mencoba menyelami kisah seorang Siti
Hajar yang amat monumental itu? Ketika ia ditinggal
suaminya Ibrahim 'alaihis salam, di padang tandus
terpencil dengan bayi merah yang masih berada dalam
gendongannya. "Wahai kakanda, benarkah engkau akan
pergi meninggalkan kami sendiri?" tanya wanita itu
lirih. Ibrahim hanya mengangguk pelan, seraya pergi
menjauhi istri dan anaknya.

Ibunda Hajar jelas penasaran dan cemas, lalu
menghambur mengejar suaminya. "Benarkah yang
menyuruhmu Allah?" desak wanita sholihat itu sekali
lagi. "Benar!" jawab Ibrahim.

"Kalau ini perintah Allah, pasti Allah tidak akan
menyia-nyiakan kami," ujar Siti Hajar mantap. Lantas
perasaan cemas itupun berubah jadi tenang dan pasrah.
Wanita sholihat itu tidak lagi merengek setelah
memahami esensi misi suaminya. Ini tidak lain karena
ia sangat mengerti bahwa pertalian cinta antara dia
dengan suaminya karena Allah semata. Dengan kata lain,
ia telah menukik ke dalam esensi, bukan menggayut pada
asesori.

Memang, Islam tak melarang seseorang untuk
melampiaskan duka atas sebuah musibah, apapun
jenisnya. Termasuk menangisi kehilangan suami. Tapi
jangan terus larut dalam perasaan tanpa berpikir
rasional dan proporsional. Bahwa masalah-masalah baru
menyangkut kelangsungan keluarga perlu segera
dipikirkan. Sehingga Rasulullah saw pernah melarang
wanita ke kuburan, ketika para wanita tak mampu
mengendalikan emosi kesedihannya. Tapi setelah itu
(ketika wanita Makkah tidak lagi histeris menangisi
kematian anggota keluarganya), ziarah kubur bagi
wanita beliau izinkan.


Satu lagi kisah seorang wanita tabi'in yang kehilangan
suaminya. Ia bersikap pasrah tanpa emosional. Para
kerabat suaminya justru yang bertanya cemas. "Apa Anda
tidak khawatir atas kematian suami Anda?" Dijawab oleh
si wanita, "Bukankah suami saya seorang yang 'tukang
makan' bukan 'Pemberi Makan'?" jawabnya tenang,
lantaran keyakinannya yang mantap bahwa Allah adalah
Penggaransi rezeki yang sebenarnya.

Dua penggal episod di atas, seyogyanya kita jadikan
sebagai ibroh (pelajaran). Bahwa kemantapan iman dan
kepahaman akan esensi hidup, membuat seseorang akan
bersikap rasional dan proporsional. Akan membuat
seseorang menjadi cerdas, peduli, dan cepat mengambil
tindakan-tindakan realistis mengatasi berbagai
problema hidup.

Mungkinkah wanita bisa memiliki keteguhan hati dan
sikap sebagaimana dimiliki Siti Hajar dan wanita
generasi tabi'in itu? Sangat mungkin. Tapi tentunya,
ini harus melalui sebuah proses pembinaan yang lama
dan berkesinambungan tanpa putus. Karena itu membekali
diri mengahadapi segala kemungkinan itu menjadi suatu
kemestian dan keniscayaan.

Bekal-bekal yang seyogyanya disiapkan para wanita
antara lain; pertama bekal ruhiyah (spiritual). Dengan
cara menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela.
Kemudian intens membaca Al Qur'an dan menciptakan
komunitas yang bernuansa qur'ani. Menjaga malam-malam
dengan amalan-amalan shalih. Sebisa mungkin menjauhkan
diri dari dominasi emosional yang berlebihan. Selain
itu selalu berupaya mensyukuri nikmat dan berpikir
tentang masalah umat.
Kedua, bekal fikriyah (akal dan wawasan), dengan
banyak membaca buku-buku Islam, khususnya kisah-kisah
ketegaran para shohabiyah, tabi'in, maupun tabi'
tabi'in dalam menghadapi cobaan hidup. Tak kalah
penting tentunya, mengikuti berbagai peristiwa yang
terjadi di dunia Islam, terutama Palestina. Di situ
kita akan dapatkan kisah-kisah sejati tentang betapa
tegarnya para ibu di Palestina menghadapi kebiadaban
dan kedegilan bangsa Yahudi.

Ketiga, bekal faniyah (keterampilan), dengan cara
mempelajari berbagai keterampilan yang cocok dengan
kodrat wanita. Entah itu keterampilan manajemen
bisnis, bahkan mungkin sampai perintisan ke arah
menjadi juragan usaha katering misalnya. Atau
keterampilan jurnalistik, mengajar, komputer,
perbankan syari'at, sampai ke arah menjadi kepala
sekolah atau lembaga pendidikan lainnya.

Paling tidak, ketiga hal itu perlu menjadi perhatian
dan kudu disiapkan seorang wanita. Agar kemampuan
spiritual, wawasan, dan keterampilan, menjadi benteng
kokoh yang akan memproteksinya dari pikiran, niat, dan
perilaku nyeleneh, saat harus menghadapi ujian berat.

"Hidup bagaikan garis lurus. Ia tak pernah kembali ke
masa yang lalu." Begitu pesan Bimbo dalam salah satu
lirik lagunya. Hadapilah hidup ini dengan realistis
dan penuh keberanian. Bismillah. (sulthoni)





Awet Muda Berkat Puasa

Kesehatan TEMPO NO. 16/XXIX/19 - 26 Juni 2000

Penelitian membuktikan, berpuasa memangkas radikal bebas sampai 90
persen, mencegah penuaan, dan menghindarkan kita dari berbagai penyakit.

ANDA tak ingin cepat tua? Mungkin Anda memilih satu di antara puluhan
merek suplemen makanan (food supplement) yang kini gencar diiklankan.
Tapi, untuk cara satu ini, harap siap siaga merogoh kocek dalam-dalam.
Sepuluh tablet food supplement-yang menjanjikan antioksidan, menekan
radikal bebas, dan mencegah penuaan-bisa berharga ratusan ribu rupiah.

Padahal, ada cara lain yang lebih aman dan murah ketimbang mengonsumsi
suplemen makanan. ''Dengan berpuasa," kata Siti Setiati, dokter di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FK UI). Anjuran berpuasa ini bukan tanpa dasar. Setiati telah
meneliti keampuhan puasa selama dua tahun terakhir. Bulan depan,
penelitian ini bakal disampaikan dalam Kongres Persatuan Ahli Penyakit
Dalam se-Indonesia, di Surabaya.

Riset Setiati berawal dari berbagai penelitian tentang puasa di luar
negeri. Puasa, yang berarti pembatasan masukan kalori (restriksi
kalori), terbukti berdampak bagus bagi binatang percobaan. Clive
McCay, ilmuwan Universitas Cornell, Amerika Serikat, misalnya,
membuktikan bahwa restriksi kalori sanggup memperpanjang umur tikus
putih. Paling banter, rentang hidup tikus putih hanya 33 minggu.
Dengan restriksi kalori, umur maksimal tikus putih bisa mulur sampai
47 minggu.

Bagaimana bila kiat sama dicobakan pada manusia? Sampai kini belum ada
ilmuwan Barat yang meneliti khasiat puasa bagi manusia. Bersama tim di
FK UI, Setiati mengisi kekosongan riset ini dengan memanfaatkan ritual
puasa pada bulan Ramadan. Pada 1998, tim Setiati meneliti 63 pasien
rawat jalan klinik geriatri (klinik perawatan orang lanjut usia) Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), yang berusia 55-76 tahun. Para
responden ini diukur kadar radikal bebasnya sebelum, selama, dan
sesudah Ramadan. Radikal bebas adalah komponen tak stabil yang
dihasilkan dari proses oksidasi yang bisa merusak sel dan menyebabkan
berbagai penyakit, termasuk penuaan. Riset mencatat ada penurunan
pasokan kalori 12-15 persen selama puasa. Dan restriksi kalori ini
membuat radikal bebas anjlok sampai 90 persen. Sesudah puasa, radikal
bebas kembali naik tetapi masih jauh lebih rendah-hanya
seperlima-dibandingkan dengan angka sebelum puasa.

Ramadan setahun berikutnya, kembali Setiati meneliti khasiat puasa.
Kali ini, penelitian melibatkan 15 laki-laki sehat sebagai responden.
Terbukti kembali, kadar radikal bebas terpangkas 90 persen. Selain
itu, tercatat peningkatan kadar total antioksidan sekitar 12 persen.
Kesimpulannya, ''Puasa menekan radikal bebas dan mendongkrak
antioksidan," kata Setiati.

Sebenarnya, radikal bebas adalah hasil sampingan yang selalu
mengiringi metabolisme tubuh. Beberapa faktor-sinar matahari, nutrisi
rendah, dan aliran darah yang terganggu-membuat kadar radikal bebas
melimpah. Banjir radikal bebas ini berdampak merusak sel tubuh, yang
mempercepat penuaan. Radikal bebas juga menjadi biang penyakit yang
berkaitan dengan tubuh yang aus seperti katarak, penyempitan pembuluh
jantung, dan kepikunan.

Untungnya, tubuh punya sistem untuk mengerem laju radikal bebas, yakni
dengan memproduksi antioksidan. Hanya, antioksidan alami tak mencukupi
sehingga harus dipasok dari luar. Berbagai sayur dan buah segar
mestinya bisa menjadi pilihan utama. Tetapi, dunia industri farmasi
telah menyediakan cara mudah mendapatkan antioksidan dengan
menyodorkan suplemen makanan yang antara lain mengandung vitamin C dan
E, beta-karoten (salah satu bentuk vitamin A), dan enzim superoksida
dismutase.

Para ilmuwan sebenarnya masih berselisih paham soal efektivitas food
supplement. Pasokan antioksidan jenis enzim superoksida dismutase,
misalnya, bisa jadi hanya mubazir. Sebab, enzim ini sangat gampang
digelontor sistem pencernaan. Setiati juga menyebut risiko pasokan
vitamin dalam jumlah berlebihan. Overdosis vitamin C menimbulkan
diare, sedangkan kelebihan vitamin E bisa merusak fungsi hati. Nah,
daripada mengonsumsi suplemen makanan mahal yang belum tentu tepat
sasaran, Setiati lebih menyarankan berpuasa.

Budi Hartati, ahli gizi dari RSCM, menekankan, yang ideal bukanlah
puasa ''balas dendam" yang bersemboyan makan sepuasnya begitu saat
berbuka tiba, dan juga bukan puasa yang berpantang makan salah satu
unsur nutrisi. Misalnya puasa mutih-hanya makan nasi putih-yang akan
menimbulkan kekurangan vitamin. Yang ideal, menurut Budi, berbuka dan
sahur dengan porsi biasa dan tetap berkomposisi seimbang. Dengan pola
ini, ''Masukan kalori turun sekitar 15 persen," kata Budi.

Dalam praktek sehari-hari, puasa bisa dimodifikasi sesuai dengan
selera. Misalnya, makan dua kali sehari dengan porsi biasa, atau makan
tiga kali sehari dengan porsi separuh. Namun, Budi mengingatkan,
restriksi kalori terancam gagal bila kebiasaan makan cemilan tidak
dikikis. Intinya, bila ''puasa balas dendam" dan ngemil yang dipilih,
panen radikal bebas tetap mengancam. Dan impian menjadi awet muda pun
tak bakal terwujud....


Salam,

.....Maka nikmat Allah manakah yang engkau dustakan ....?

akhi

----- Original Message -----
From: Design <dinst@necnusa.co.id>
To: PmB <padhang-mbulan@egroups.com>; <sabili@egroups.com>
Sent: Monday, November 13, 2000 11:20 AM
Subject: [Sabil] Tahukah Anda ?


> Jantung Manusia
> 
> Jantung manusia memompa 2.200 galon darah setiap hari
> dan 8.030.000 galon dalam setahun, serta 481.800.000 galon
> selama enam puluh tahun yaitu usia rata-rata manusia (beratnya 345.000
> ton)
> Apakah ada pompa lainnya selain jantung yang dapat melakukan pekerjaan
> berat
> dalam waktu enam puluh tahun tanpa perbaikan dan perawatan (turun
> mesin)?
> Jantung manusia berbentuk seperti buah pear, sebesar genggaman tangan
> dan beratnya
> antara 225 - 340 gram.
> Jantung itu berdenyut kurang lebih 70 kali semenit atau 4200 kali setiap
> jam, 100.800 dalam sehari dan 36.792.000 kali dalam setahun.
> Kalau diambil untuk usia rata-rata 60 tahun maka jantung yang ajaib itu
> berdenyut
> sebanyak 2.207.520.000 (dua milyar dua ratus tujuh juta lima ratus dua
> puluh ribu) kali
> tanpa berhenti.
> 
> Subhanallah.....
> 

RIDHA BILQADHA



     Manusia merasa sukar  menerima keadaan-keadaan yang biasa menimpa
dirinya, seperti :
kemiskinan, kerugian.kehilangan barang, pangkat,kedudukan ,kematian dan
lain-lain yang
dapat mengurangi kesenangannya.

     Yang dapat bertahan dalam kesukaran-kesukaran seperti itu, hanyalah
orang-orang yang telah mempunyai
sifat "Ridha" artinya rela menerima dengan apa yang telah ditentukan dan
ditakdirkan Tuhan kepadanya. Rela
berjuang atas jalan Allah, rela menghadapi segala kesukaran, rela membela
kebenaran, rela berkorban harta,
pikiran,jiwa sekalipun, semua itu bagi kaum sufi dipandang sebagai
sifat-sifat yang terpuji dan akhlak yang
terpuji bahkan dianggap sebagai ibadat semata-mata menuntut keridhaan Allah

Dalam sebuah hadist Qudsi Nabi menceritakan :

" Bahwa Tuhan berkata   :   Akulah Allah, tidak ada Tuhan yang sebenarnya
selain Aku, maka barang siapa
yang tidak sabar  atas cobaanku, tidak bersyukur bagi nikmatmu dan tidak
rela terhadap kepada keputusanKU,
maka hendaklah ia mencari Tuhan  yang lain dari padaKU  ".


    Sabar, syukur dan ridha adalah tiga sifat yang terpuji yang sangat
bernilai tinggi, dapat membawa orang kepada
ketinggian budi pekerti dan akhlak dan merupakan kekuatan yang dapat
menolong untuk berkemauan keras, berjiwa
besar dan bertanggung jawab.

" Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dsan sunguh
merugilah orang yang mengotori jiwanya."





Rasul saw bersabda :
" Jika dipagi buta
Seseorang telah mengadu kepada manusia
Akan nasib hidup yang menimpa
Sungguh ia telah kufur atas rezeki Tuhannya
Jika ia mengeluh penuh duka
Tentang berbagai masalah harta
Sungguh ia telah murka terhadap Tuhannya
Dan jika seseorang menghormati orang kaya
Karena limpahan hartanya
Sungguh telah binasa dua pertiga agamanya "


Utsman r.a berkata :
" Orang yang tak suka bergelimang harta
Ia dicinta oleh Tuhannya
Orang yang menjuhi dosa-dosa
Ia dicinta malaikat semesta
Dan orang yang menjaga diri dari meminta-minta
Ia dicinta oleh manusia."


Jibril berkata :
" Muhammad,
Hiduplah didunia sesuka hati
Sebab engkau pasti akan mati
Cintailah kekasihmu dengan sekendak jiwa
Namun pasti engkau akan meningalkannya
Dan berbuatlah semaumu
Engkau akan dibalas sesuai dengan amalmu."



Ada syair nasyid yang patut untuk kita renungkan,....
Dalam menghadapi bulan Ramadhan ini
Apakah kita termasuk didalamnya.

Tuhan telah sering ku terdengar
Tentang kebesaran bulan Ramadhan
Di dalam Al Qur'an dan sabda junjungan (Rasulullah)
Hanya aku yang sering melupakannya

Di bulan yang mulia ini
Laut pengampunan-Mu tiada bertepi
Rahmat dan nikmat-Mu tiada terbilang
Syurga terbuka dengan seluasnya

 Reff.    Tuhan kusadari kelemahan diri ini
            Yang tidak istiqomah dalam beribadah
            Ramadhan berlalu Ibadah pun berkurangan
            Begitulah diriku yang sering kelalaian
            Semoga di Ramadhan kali ini
            Dapat kuperbaiki kelemahan diri
            Akan ku coba mendidik nafsuku
            Agar tumbuh kehambaanku terhadap-Mu

Lailatul Qadar pasti menjelma
Buat mereka yang menunggunya
Para malaikat melebarkan sayapnya
meratakan rezeki untuk semua

Bimbinglah aku menuju jalan-Mu
tingkatkan iman dan ketaqwaanku
Agar baktiku tetap pada-Mu
Biarpun Ramadhan telah berlalu